http://naturaladli.blogspot.com/2013/01/kerukunan-umat-beragama_3232.html
Kerukunan Umat Beragama
PEMBAHASAN
Jenis – Jenis kerukunan antar umat Beragama
·
Kerukunan antar pemeluk
agama yang sama, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat
penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam atau kerukunan
sesama penganut Kristen. Kerukunan antar pemeluk agama yang sama juga harus
dijaga agar tidak terjadi perpecahan, walaupun sebenarnya dalam hal ini sangat
minim sekali terjadi konflik.
·
Kerukunan antar umat
beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin antar masyarakat yang
memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan antar umat Islam dan Kristen,
antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau kerukunan yang dilakukan oleh
semua agama. Kerukunan antar umat beragama lain ini cukup sulit untuk dijaga.
Seringkali terjadi konflik antar pemeluk agama yang berbeda.
Manfaat Kerukunan antar
umat Beragama
· Terciptanya suasana yang damai dalam
bermasyarakat
· Toleransi antar umat Beragama meningkat
· Menciptakan rasa aman bagi agama – agama
minoritas dalam melaksanakan ibadahnya
masing masing
· Meminimalisir konflik yang terjadi yang
mengatasnamakan Agama
Cara menjaga kerukunan antar umat Beragama Di
Indonesia
·
Menjunjung tinggi
toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan pemeluk Agama
yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi bisa berbentuk
dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat ibadah oleh
pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam interaksi
sehari – harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila memang
sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan
untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali
kerukunan umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat
beragama di Indonesia sudah tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan
Agama di Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
·
Selalu siap membantu
sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang tersebut. Jangan
melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama saat mereka
membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia mengalami
bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen. Bagi Anda
yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan untuk membantu saudara
sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama. Justru dengan
membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali persaudaraan sebangsa
dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan memperkokoh persatuan
Indonesia.
·
Hormatilah selalu orang
lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut. Misalnya dengan selalu
berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula untuk menomor satukan
sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi menghormati orang
lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan mempererat
kerukunan umat beragama di Indonesia.
·
Bila terjadi masalah
yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala dingin dan damai, tanpa
harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka agama, tokoh masyarakat, dan
pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian solusi yang baik dan
tidak merugikan pihak – pihak manapun, atau mungkin malah menguntungkan semua
pihak. Hal ini diperlukan karena di Indonesia ini masyarakatnya sangat beraneka
ragam.
Kendala dalam menjaga kerukunan antar umat
beragama.
Rendahnya Sikap Toleransi
Menurut Dr. Ali Masrur,
M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama sekarang ini, khususnya
di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy tolerance)
sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut
persoalan teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan
mendiskusikan masalah-masalah keimanan. Karena hal tersebut, yang terjadi dalam
interaksi masing – masing pihak adalah interaksi yang biasa saja, tidak
menyangkut masalah persoalan – persoalan keimanan masing masing pihak.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang
terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya yang
membahas tentang toleransi keimanan. Sehingga dapat menimbulkan sikap
kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, hal ini merupakan salah
satu pemicu konflik yang mengatasnamakan agama.
Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor
ini terkadang menjadi faktor yang sangat penting sebagai kendala dalam mncapai
tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama khususnya di Indonesia sendiri,
Politik merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kehidupan
beragama di dalam lingkup masyarakat. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama
telah dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin
berpuluh-puluh tahun, dan dengan demikian kita pun hampir mencapai masyarakat
yang ideal. Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi
hubungan antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar
yang dengan mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan.
Hal ini sering terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia, tetapi lebih dari
itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara
kita, yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa
hidup secara tertib teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara,
tetapi dengan alasan politik juga kita seringkali menunggangi agama dan
memanfaatkannya.
SikapFanatisme
Pandangan-pandangan
semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte atau aliran dalam
agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para pemimpinnya
sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain
memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang
bertentangan. Tentu saja, dalam agama Kristen juga ada kelompok eksklusif
seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya, berpendapat bahwa tujuan utama
gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk meningkatkan keimanan dan
mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi kelompok ini,
hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte
dalam agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan. Sikap fanatisme yang berlebihan
ini merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan kerukunan dalam beragama di
Indonesia. Sudah banyak contoh kasus nyata yang disebabkan oleh sikap fanatisme
yang berlebihan oleh sekelompok orang yang mengakui dirinya paling benar. Sikap
fanatisme ini sejatinya dihilangkan dari diri kita masing masing, agar
terciptanya masyarakat yang senantiasa damai
Persamaaan Membangun
Kerukunan Umat
Persamaan Membangun
Kerukunan Antar Umat Beragama. Tidak bisa dibantah bahwa, pada
akhir-akhir ini, ketidakerukunan antar dan antara umat beragama [yang terpicu
karena bangkitnya fanatisme keagamaan] menghasilkan berbagai ketidakharmonisan
di tengah-tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Oleh sebab itu, perlu orang-orang yang menunjukkan diri sebagai manusia beriman
[dan beragama] dengan taat, namun berwawasan terbuka, toleran, rukun dengan
mereka yang berbeda agama. Disinilah letak salah satu peran umat beragama dalam
rangka hubungan antar umat beragama, yaitu mampu beriman dengan setia dan
sungguh-sungguh, sekaligus tidak menunjukkan fanatik agama dan fanatisme
keagamaan. Di balik aspek perkembangan agama-agama, ada hal yang penting pada
agama yang tak berubah, yaitu credo atau
pengakuan iman. Credo merupakan
sesuatu khas, dan mungkin tidak bisa dijelaskan secara logika, karena
menyangkut iman atau percaya kepada sesuatu di luar jangkauan kemampuan nalar
manusia. Dan seringkali credo tersebut
menjadikan umat agama-agama melakukan pembedaan satu sama lain. Dari pembedaan,
karena berbagai sebab, bisa berkembang menjadi pemisahan, salah pengertian,
beda persepsi, dan lain sebagainya, kemudian berujung pada konflik.
Di samping itu, hal-hal
lain seperti pembangunan tempat ibadah, ikon-ikon atau lambang keagamaan, cara
dan suasana penyembahan atau ibadah, termasuk di dalamnya perayaan keagamaan,
seringkali menjadi faktor ketidaknyamanan pada hubungan antar umat beragama.
Jika semua bentuk pembedaan serta ketidaknyamanan itu dipelihara dan dibiarkan
oleh masing-masing tokoh dan umat beragama, maka akan merusak hubungan antar
manusia, kemudian merasuk ke berbagai aspek hidup dan kehidupan. Misalnya,
masyarakat mudah terjerumus ke dalam pertikaian berdasarkan agama [di samping
perbedaan suku, ras dan golongan]. Untuk mencegah semuanya itu, salah satu
langkah yang penting dan harus terjadi adalah kerukunan umat beragama. Suatu bentuk kegiatan yang harus
dilakukan oleh semua pemimpin dan umat beragama.
Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau
tiang-tiang yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan
kesejahteraan kepada penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana
persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang walaupun mereka berbeda secara
suku, agama, ras, dan golongan. Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk
menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan
untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram.
Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan proses waktu
serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta
cinta-kasih.
Di samping itu, harus
terjadi kerukunan intern umat
beragama. Hubungan
tak harmonis intern umat beragama pun bisa merusak atau berdampak masyarakat
luas yang berbeda agama. Biasanya perbedaan tafsiran terhadap teks kitab suci
dan pemahaman teologis dalam agama-agama memunculkan konflik serta perpecahan
pada umat seagama. Konflik dan perpecahan yang melebar, bisa mengakibatkan
rusaknya tatanan hubungan baik antar manusia, bahkan mengganggu hidup dan
kehidupan masyarakat luas. Kerukunan dapat dilakukan dengan cara tidak
mengganggu ketertiban umum; tidak memaksa seseorang pindah agama; tidak
menyinggung perasaan keagamaan atau ajaran agama dan iman orang yang berbeda
agama; dan lain-lain
Kerukunan antara umat
beragama dan kerukunan intern umat seagamaharus
juga seiring dengan kerukunan
umat beragama dengan pemerintah. Pemerintah adalah lembaga yang
berfungsi memberlakukan kebaikan TUHAN Allah kepada manusia; pemelihara
ketertiban, keamanan, keadilan, dan kesejahteraan masyarakat. Namun, dalam
kenyataan kesehariannya, seringkali terlihat bahwa, pemerintah denganpolitik akomodasinya, bukan bertindak
sebagai fasilitator kerukunan umat beragama, tetapi membela salah satu agama
Trilogi
Kerukunan Umat Beragama
Dalam
setiap jenjang pendidikan, selalu dikenalkan adanya trilogi kerukunan umat
beragama yang harus dijunjung oleh masing-masing warga negara Indonesia guna
terbentuknya kerukunan, kedamaian, dan terciptanya stabilitas nasional. Trilogi
kerukunan umat beragama itu antara lain adalah:
1. Kerukunan intern umat beragama.
2. Kerukunan antar umat beragama.
3. Kerukunan antar umat beragama
dengan pemerintah.
Hal-hal
tersebut diataslah yang menjadi nilai-nilai yang bisa diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari sehingga tercipta kehidupan bermasyarakat yang madani, aman dan
sejahtera.
Kerukunan
intern umat beragama berarti adanya kesepahaman dan kesatuan untuk melakukan
amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya perbedaan yang
masih bisa ditolerir. Misal dalam islam ada NU, Muhammadiyah, dsb. Dalam
protestan ada GBI, Pantekosta dsb. Dalam katolik ada Roma dan ortodoks.
Hendaknya dalam intern masing-masing agama tercipta suatu kerukunan dan
kebersatuan dalam masing-masing agama.
Kemudian,
kerukunan antar umat beragama adalah menciptakan persatuan antar agama agar
tidak terjadi saling merendahkan dan menganggap agama yang dianutnya paling
baik. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya fanatisme ekstrim yang
membahayakan keamanan, dan ketertiban umum. Bentuk nyata yang bisa dilakukan
adalah dengan adanya dialog antar umat beragama yang didalamnya bukan membahas
perbedaan, akan tetapi memperbincangkan kerukunan, dan perdamaian hidup dalam
bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan untuk hidup
dalam kedamaian dan ketentraman.
Terakhir
adalah kerukunan umat beragama dengan pemerintah, maksudnya adalah dalam hidup
beragama, masyarakat tidak lepas dari adanya aturan pemerintah setempat yang
mengatur tentang kehidupan bermasyarakat. Masyarakat tidak boleh hanya mentaati
aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi juga harus mentaati hukum yang
berlaku di negara Indonesia. Bahwasanya Indonesia itu bukan negara agama tetapi
adalah negara bagi orang yang beragama.
Tentunya,
hal-hal diatas juga bisa diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang di dalamnya terdapat beraneka macam suku, agama, ras dan budaya yang
berbeda satu sama lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar