MAKALAH TENTANG PAJAK
MANFAAT PENGUNAAN PAJAK
DISUSUN OLEH
NAMA : APRIYANDI
NPM : 11113227
KELAS : 3KA12
UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah
SWT. Atas rahmatnya saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul
“MAKALAH TENTANG PAJAK”.
Dalam penulisanmakalah ini penulis merasa
masih banyak
Kekurangan baik dari segi teknis penulisan
maupun materi. Mengingat dari kemampuan
Saya selaku penulis. Untuk itu kritik dan
saran sangat diharapkan demi penyempurnaan
Makalah ini. Akhir kata, saya ucapkan
Terimakasih semoga makalah ini dapat bermanfaat
Bagi diri saya sendiri dan juga untuk orang
lain.
KATA PENGANTAR...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pajak............................................................................................ 2
2.2 Peranan Pajak................................................................................................ 4
2.2.1 Syarat Pemungutan
Pajak............................................................................. 6
2.2.2 Manfaat Pajak............................................................................................. 7
2.2.3 Jenis Pajak................................................................................................... 8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 9
3.2 Saran.......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 10
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu trading topic pembicaraan masyarakat saat ini adalah
pajak. Di samping karena memang kewajiban sabagai warga negara, pajak menjadi
perbincangan lantaran adanya kasus besar yang berhubungan dengan pajak. Lalu,
apa sebenarnya pengertian pajak sebenarnya? Apa saja isi undang-undangnya dan
apa sebenarnya kegunaan pajak bagi negeri ini?
1.2
Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah
apa kegunaan pajak di Indonesia?
1.3
Tujuan Penulisan
. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya kegunaan pajak itu.
1.4. Metode Penulisan
Bab
1 PENDAHULUAN
Pada
bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan metode
penulisan.
Bab
II PEMBAHASAN
Pada
bab ini membahas tentang pengertian pajak, isi undang-undangnya, dan kegunaan
pajak tersebut.
Bab
III PENUTUP
Dalam
bab ini mengemukakan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II PEMBAHASAN
1.1
Pengertian Pajak
Pajak didefinisikan dengan iuran kepada Negara terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi
kembali, langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelanggarakan
pemerintahan.
2.1
Peranan Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan. Karena pajak merupakan
sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
a. fungsi anggaran
(budgetair)
Pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai,
belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam
negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun
harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin
meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
b. fungsi mengatur
(regureled)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan.
c. fungsi stabilisasi
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur
peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efesien.
d. fungsi redistribusi
pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk
membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.
2.2.1
Syarat Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila
terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang kurang. Agar
tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus memenuhi
persyaratan yaitu:
a. pemungutan pajak
harus adil
Pajak mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal
pemungutan pajak. Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam
pelaksanaannya. Contohnya :
1) Dengan mengatur hak
dan kewajiban wajib pajak
2) Pajak diberlakukan
bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
3) Sanksi atas
pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat ringannya
pelanggaran
b. pengaturan pajak
harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi: "Pajak dan
pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
1) Pemungutan pajak yang
dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
2) Jaminan hukum bagi
para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
3) Jaminan hukum akan
terjaganya kerasahiaan bagi para wajib pajak
4) Pungutan tidak
mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi, perdagangan, maupun
jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat dan
menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat kecil
dan menengah.
c. system pemungutan
pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak dalam
menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan dapat
positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
2.2.2
Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau
keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan
pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa
pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan.
Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan
pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti
jalan-jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai
dengan menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan
untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal
dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya
dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu
negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan
pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga
melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai
kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih
rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk
tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan
ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.
2.2.3 Jenis
Pajak
Secara
umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak -
Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola
oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak Pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
a. Pajak Penghasilan (PPh)
PPh
adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan
penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian
maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah,
dan lain sebagainya.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN
adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena
Pajak di dalam Daerah Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada
dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak,
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN. Tarif PPN adalah tunggal yaitu sebesar
10%. Dalam hal ekspor, tarif PPN adalah 0%. Yang dimaksud Dengan Pabean adalah
wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, peraian, dan ruang
udara diatasnya.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn
BM)
Selain
dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang tergolong mewah,
juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah adalah :
1) Barang tersebut bukan merupakan barang
kebutuhan pokok
2) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
tertentu
3) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi
oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
4) Barang tersebut dikonsumsi untuk
menunjukkan status
5) Apabila dikonsumsi dapat merusak
kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat
d. Bea Meterai
Bea
Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, seperti surat perjanjian,
akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat
jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
PBB
adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan atau
bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh realisasi
penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota.
f. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB)
BPHTB
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola oleh Pemerintah Pusat namun realisasi
penerimaan BPHTB seluruhnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
Pajak-pajak
yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota antara
lain meliputi :
a. Pajak Propinsi
1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di
Atas Air
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air
Bawah Tanah dan Air Permukaan
b. Pajak Kabupaten/Kota
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
7. Pajak Parkir
6. CONTOH KASUS
Kasus
Manipulasi Pajak, dari Bakrie hingga BCA
Setelah
mengulas masalah kasus pajak yang ada di BCA, saya jadi tertarik dan mulai
mencari tahu lebih jauh kasus-kasus pajak yang ada di Indonesia. Saya
mendapatkan sebuah kesamaan kasus yang terjadi di beberapa perusahaan besar di
Indonesia, seperti Bakrie Group, BCA, PT. Metropolitan Retailmart, Asian Agri,
Berau Coal, dan lain sebagainya. Kasus manipulasi pajak ini rupanya tidak hanya
terjadi sekali, melainkan begitu banyak perusahaan yang terlibat dalam kasus
tersebut.
Masih
ingatkah pembaca dengan nama Gayus Tambunan, seorang petugas pajak yang
menerima suap terkait pengurusan permohonan keberatan pajak. Kasus Gayus sama
dengan kasus pajak yang menimpa Hadi Poernomo, dan BCA.
Gayus
Tambunan dipidana karena terbukti menerima suap uang sebesar Rp 925 juta rupiah
dari Roberto Santonius terkait kepengurusan gugatan keberatan pajak PT
Metropolitan Retailmart dan menerima 3,5 juta dollar Amerika dari Alif Kuncoro
terkait kepengurusan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Arutmin, PT
Kaltim Prima Coal, dan PT Bumi Resource.
Gayus
Tambunan dinilai telah terbukti menerima suap dan melakukan tindak pencucian
uang dari tiga perusahaan Bakrie Group senilai 7 juta dollar AS, lalu membagi
uang itu ke Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung, dan
pejabat-pejabat di Ditjen Pajak lain. “Saya terima tiga juta dollar AS,” kata
Gayus.
Gayus
menjelaskan sumber dana yang dia terima ketika masih bekerja di Direktorat
Jenderal Pajak, yakni dari PT Bumi Recources, PT Arutmin, dan PT Kaltim Prima
Coal. Dengan suap tersebut Bakrie Group menginginkan Gayus Tambunan melakukan
tiga pekerjaan, PT Bumi Resources mengajukan banding tahun 2005, Gayus diminta
untuk membuatkan surat banding, surat bantahan-bantahan, dan termasuk persiapan
apa saja yang dibutuhkan dengan imbalan sebesar 3 juta dollar AS yang kemudian
ia bagikan kepada Alif Kuncoro, Imam Cahyo Maliki, Maruli Pandapotan Manurung.
Serupa
dengan kasus Gayus Tambunan dengan sejumlah perusahaan terkait pengurusan
permohonan keberatan pajak, kasus yang sama juga terulang di tubuh Bank BCA
dengan Hadi Poernomo-nya, namun bedanya apabila kasus Gayus sudah tuntas, kasus
penggelapan pajak yang menyeret PT. Bank BCA Tbk dalam daftar hitam
penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih saja belum mencapai kata
final sejak dibukanya penyelidikan pada tahun 2003 silam.
Peran
Hadi Poernomo dalam kasus pajak BCA diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai
Dirjen Pajak dengan dengan membuat Surat Keputusan (SK) yang melanggar prosedur
terkait permohonan keberatan wajib pajak yang disampaikan oleh pihak Bank BCA.
Hadi Poernomo selaku dirjen pajak diduga memanipulasi telaah direktorat PPH
mengenai keberatan SKPN PPH BCA. BCA mengajukan surat keberatan wajib pajak
dengan nilai yang cukup fantastis yakni sebesar Rp 5,7 triliun terkait kredit
bermasalah-nya atau non performance loan
(NLP) kepada direktorat PPH Ditjen Pajak pada 17 Juli 2003.
Setelah
ditelaah oleh Direktorat PPH, permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan
BCA ditolak, namun oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengintruksikan
Direktur PPH yang semula menolak menjadi menerima seluruh permohonan keberatan
wajib pajak yang dilayangkan pihak BCA sehari sebelum masa jatuh tempo
pemberian keputusan final.
Oleh
putusan Hadi Poernomo tersebut, diyakini BCA telah merugikan negara dengan
tidak membayar pajak sebesar Rp 375 miliar.
Selain
itu, keputusan Hadi Poernomo mengabulkan permohonan keberatan pajak yang
diajukan BCA juga semakin terasa janggal apabila mengingat hal serupa juga
dilayangkan Bank Danamon perihal keberatan pajak atas nilai transaksi sebesar
Rp 17 triliun tetapi ditolak oleh pengadilan pajak. Anehnya, hal ini serupa
namun hasilnya berbeda.
Dalam
kasus ini KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan dikenakan
ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar
berdasarkan pelanggaran terhadap pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU no 31 tahun
1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dimana pasal tersebut mengatur
mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
maupun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan.
Selain
dua kasus besar di atas, ada juga contoh kasus manipulasi pajak yang menimpa
perusahaan besar di Indonesia. Asian Agri dengan 14 anak usahanya terbukti
tidak bayar pajak sebesar Rp 1,259,9 triliun selama empat tahun, sehingga
dikenakan sangsi atau denda pajak sebesar Rp 653,4 miliar.
Maraknya
kasus manipulasi pajak di Indonesia, saya harap instansi terkait pengawas pajak
bekerja lebih keras untuk meminimalisir adanya kasus-kasus serupa di masa yang
akan datang. Selain itu, KPK juga baiknya segera menuntaskan pengusutan kasus
manipulasi pajak yang masih menggantung.
KOMENTAR:
Forum
Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau disingkat FITRA. Selain ICW, Forum
Pajak Berkeadilan dan BRSK ada satu lagi LSM yang juga peduli akan pengusutan
kasus pajak BCA yakni FITRA. Lagi-lagi sama dengan tiga organisasi yang saya
sudah paparkan diatas, tuntutannya sama yaitu agar KPK segera menuntaskan kasus
ini. Koordinator FITRA, Ucok Sky Khadafi “KPK jangan hanya fokus pada Hadi.
Tapi juga orang-orang BCA juga yang mendapatkan keuntungaan dari kasus
penglempangan pajak ini, segera periksa oleh KPK,” Sudah sangat jelas bahwa
memang ada yang salah dengan BCA.
Menurut
saya memang kurang kredibel apabila hanya melihat tuntutan-tuntutan tersebut
berasal dari LSM yang notabene kurang dapat dipercaya. Bisa saja LSM tersebut
merupakan kelompok bayaran yang mengatas namakan kepedulian sosial. Tapi kenapa
saya bisa yakin bahwa memang ada yang salah dengan BCA? Sebab tidak hanya LSM
yang kurang jelas latar belakangnya, LSM semacam ICW dan Forum Pajak
Berkeadilan bahkan juga turut buka suara terhadap kelanjutan pengusutan kasus
manipulasi pajak BCA. Bagi saya ICW dan Forum Pajak Berkeadilan merupakan
organisasi yang tingkat kredibilitasnya tidak perlu dipertanyakan lagi,. Tidak
saja saya, bahkan mungkin beberapa dari pembaca juga sependapat dengan saya.
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sudah
dijelaskan bahwa fungsi pajak adalah untuk membiayai pengeluaran umum Negara.
Namun realita terbesarnya, kegunaan pajak di Indonesia adalah untuk membayar
cicilan hutang. Hampir setiap tahun persen penggunaan uang pajak sebagai
cicilan hutang cukup besar. Jadi, kemauan masyarakat untuk membayar pajak akan
membantu Negara ini terbebas dari hutang Meski ada kasus penyelewengan yang terjadi,
tentunya tidak semua para petugas pajak melakukan perbuatan haram tersebut.
Hanya orang yang tidak sayang dengan Negara ini yang mau memakan harta yang
digunakan untu membayar utang. Dari pengertian pajak dan kegunaannya, dapat
dipahami bahwa pajak memiliki potensi yang kuat untuk bisa membayar hutang.
Jika Anda orang bijak tentu Anda siap membayar pajak.
3.2 SARAN
Kita
sebagai masyarakat di negara Indonesia wajib membayar pajak untuk kelangsungan
hidup negara ini dan juga untuk membangun negara ini agar mencapai
kesejahteraan bersama, tetapi kewajiban membayar pajak yang sudah terlaksana
ini harus diwujudkan dengan wujud nyata mana hasil dari pembayaran pajaknya.
Sekarang banyak kasus penyalahgunaan pajak kasusnya juga bukan dilakukan oleh
satu orang saja tapi beberapa orang bahkan hampir banyak pejabat tinggi negara
yang melakukannya, ini adalah contoh bahwa penerapan pajak di Indonesia kurang
pengawasan. Pembayarannya menjadi kewajiban tapi hasil dari pembayaan pajaknya
tidak jelas untuk apa? Dan untuk siapa? Maka disarankan jangan hanya masyarakat
yang mematuhi peraturan saja tetapi pejabat tinggi negara juga harus mematuhi.
Ini untuk kepentingan bersama bukan perseorangan.
DAFTAR PUSTAKA
http://nasional.kompas.com
http://jodisopandi.blogspot.com/2012/03/makalah-tentang-pajak.html?m=1
http://hukum.kompasiana.com/2014/09/05/kasus-manipulasi-pajak-dari-bakrie-hingga-bca-672777.html
http://prayoga28.blogspot.com/2013/11/contoh-kasus-yang-berkaitan-dengan.html
http://www.tempo.co/read/news/2009/12/16/087214215/Kasus-Pajak-Bakrie-Tak-Terkait-Royalti-Batu-Bara
http://www.solopos.com/2012/01/26/kasus-pajak-18-perusahaan-di-solo-langgar-pajak-158234
http://www.suaramerdeka.com/harian/0405/28/kot03.htm
http://nasional.kompas.com/read/2011/05/23/15433162/Kasus.Gayus.Hanya.Pelanggaran.Perpajakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar